Rabu, 23 Desember 2009

"FERMENTASI MAKANAN"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Tape merupakan produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni.Kultur murni adalah mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat-dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Contoh penggunaan kultur murni tunggal adalah Lactobacillus casei pada fermentasi susu sedang contoh campuran kultur murni adalah pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii.
Fermentasi berasal dari kata latin yaitu fervere yang berarti mendidih (toboil), hal ini ternyata merupakan aktifitas khamir pada ekstrak buah-buahan atau serealia. Selama fermentasi dihasilkan CO2 sehingga kondisinya menjadi anaerob. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Pasteur melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, "Saya berpendapat bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secara simultan..... Jika ditanya, bagaimana proses kimia hingga mengakibatkan dekomposisi dari gula tersebut... Saya benar-benar tidak tahu".
Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase. Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular.
Reaksi kimia fermentasi
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan
Fermentasi diperkirakan menjadi cara untuk menghasilkan energi pada organisme purba sebelum oksigen berada pada konsentrasi tinggi di atmosfer seperti saat ini, sehingga fermentasi merupakan bentuk purba dari produksi energi sel.
Produk fermentasi mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor elektron lainnya (yang lebih highly-oxidized) sehingga cenderung dianggap produk sampah (buangan). Konsekwensinya adalah bahwa produksi ATP dari fermentasi menjadi kurang effisien dibandingkan oxidative phosphorylation, di mana pirufat teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida. Fermentasi menghasilkan dua molekul ATP per molekul glukosa bila dibandingkan dengan 36 ATP yang dihasilkan respirasi aerobik. "Glikolisis aerobik" adalah metode yang dilakukan oleh sel otot untuk memproduksi energi intensitas rendah selama periode di mana oksigen berlimpah. Pada keadaan rendah oksigen, makhluk bertulang belakang (vertebrata) menggunakan "glikolisis anaerobik" yang lebih cepat tetapi kurang effisisen untuk menghasilkan ATP. Kecepatan menghasilkan ATP-nya 100 kali lebih cepat daripada oxidative phosphorylation. Walaupun fermentasi sangat membantu dalam waktu pendek dan intensitas tinggi untuk bekerja, ia tidak dapat bertahan dalam jangka waktu lama pada organisme aerobik yang kompleks. Sebagai contoh, pada manusia, fermentasi asam laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit. Tahap akhir dari fermentasi adalah konversi piruvat ke produk fermentasi akhir. Tahap ini tidak menghasilkan energi tetapi sangat penting bagi sel anaerobik karena tahap ini meregenerasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+), yang diperlukan untuk glikolisis. Ia diperlukan untuk fungsi sel normal karena glikolisis merupakan satu-satunya sumber ATP dalam kondisi anaerobik.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui tentang fermentasi
2. Tujuan khusus
 Mengetahui mikroba yang berperan dalam fermentasi
 Mengetahui macam-macam fermentasi
 Mengetahui faktor yang mempengaruhi fermentasi
 Mengetahui perubahn zat gizi
















BAB II
MIKROORGANISME YANG BERPERAN DALAM PERMENTASI DAN MACAM – MACAM FERMENTASI

A. Peranan Mikroorganisme Dalam Teknologi Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol. Jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam teknologi fermentasi adalah :
a. Bakteri Asam Laktat
b. Bakteri Asam Propoionat
c. Bakteri asam Asetat
d. Khamir
e. Kapang

B. Macam – Macam Fermentasi
Ragam produk fermentasi sangatlah banyak dan beragam baik yang berasal dari Indonesia ataupun dari berbagai negara. Tiap prduk melibatkan satu atau lebih mikroorganisme. Apabila lebih dari satu mikrobia maka akan terjadi suatu kondisi yang saling mendukung untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Produk fermentasi ada yang telah diketahui macam dan fungsi mikrobianya adapulan yang belum diketahui secara pasti. Beriktu beberapa produk fermentasi dan mikroorganisme yang terlibat di dalamnya dengan beberapa peran yang tela diketahui.
a. Fermentasi Tempe
b. Fermentasi Tape
c. Fermentasi Alkohol
d. Fermentasi Asam asetat
e. Fermentasi Asam laktat
f. Fermentasi Asam Sitrat
g. Fermentasi Asam glutamate
h. Fermentasi Vitamin
i. Fermentasi Yogurt
j. Fermentasi Kefir
k. Fermentasi Nata deCoco
l. Fermentasi Kombucha
m. Fermentasi Sauerkraut
n. Fermentasi Kecap
C. Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
1. Mikrobia
2. bahan dasar
3. sifat-sifat proses
4. pilot-plant
5. aktor sosial ekonomi
BAB III
PEMBAHASAN
A. Mikroorganisme Yang Berperan Dalam Fermentasi
 Bakteri Asam Laktat
Dari kelompok ini termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu organisme-organisme yang bersifat homofermentative dan heterofermentative. Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari metabolisme gula, sedangkan jenis-jenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat. Beberapa jenis yang penting dalam kelompok ini:
1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus cremoris. Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapat sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam industri susu.
2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayuran.
3. Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan atau rantai pendek. Bakteri-bakteri ini berperanan dalam perusakan larutan gula dengan produksi pertumbuhan dekstran berlendir. Walaupun demikian, bakteri-bakteri ini merupakan jenis yang penting dalam permulaan fermentasi sayuran dan juga ditemukan dalam sari buah, anggur, dan bahan pangan lainnya.
4. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii. Organisme-organisme ini adalah bakteri berbentuk batang, gram positif dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada jenis-jenis Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteri-bakteri ini penting sekali dalam fermentasi susu dan sayuran.
 Bakteri Asam Propionat
Jenis-jenis yang termasuk kelompok ini ditemukan dalam golongan Propionibacterium, berbentuk batang dan merupakan gram positif. Bakteri ini penting dalam fermentasi bahan pangan karena kamampuannya memfermentasi karbohidrat dan juga asam laktat dan menghasilkan asam-asam propionat, asetat, dan karbondioksida. Jenis-jenis ini penting dalam fermentasi keju Swiss.
 Bakteri Asam asetat
Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif dan ditemukan dalam golongan Acetobacter sebagai contoh Acetobacter aceti. Metabolismenya lebih bersifat aerobik (tidak seperti spesies tersebut di atas), tetapi peranannya yang utama dalam fermentasi bahan pangan adalah kemampuannya dalam mengoksidasi alkohol dan karbohidrat lainnya menjadi asam asetat dan dipergunakan dalam pabrik cuka.
 Khamir
Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang bersifat alkohol dimana produk utama dari metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis yang utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir dan anggur dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti.
 Kapang
Kapang jenis-jenis tertentu digunakan dalam persiapan pembuatan beberapa macam keju dan beberapa fermentasi bahan pangan Asia seperti kecap dan tempe. Jenis-jenis yang termasuk golongan Aspergillus, Rhizopus, dan Penicillium sangat penting dalam kegiatan tersebut.
Dalam proses fermentasi, mikroorganisme harus mempunyai 3 (tiga) karakteristik penting yaitu:
1. Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan lingkungan yang cocok untuk memperbanyak diri.
2. Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologi dan memilki enzim-enzim esensial yang mudah dan banyak supaya perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.
3. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya produksi maksimum.
Berdasarkan sumber mikroorganisme, proses fermentasi dibagi 2 (dua) yaitu: (1) fermentasi spontan, adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi, tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang baik secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya, dimana aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat dirangsang karena adanya garam, contohnya pada pembuatan sayur asin. (2) fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan, contohnya pada pembuatan tempa dan oncom.
B. Macam – Macam Fermentasi
a) Fermentasi Tape
Tape dibuat dari ubi kayu ataupun beras ketan dan merupakan makanan yang populer di Indonesia dan Malaysia. Dalam pembuatan tape setidaknya terlibat tiga kelompok mikroorganisme yaitu mikrobia perombak pati menjadi gula yang menjadikan tape pada awal fermentasi berasa manis. Mikrobia yang banyak dianggap penting dalam proses ini adalah Endomycopsis fibuliger sertaeberapa jamur dalam jumlah kecil. Adanya gula menyebabkan mikrobia yang mengunakan sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan alkohol. Yang masuk dalam kelompok ini adalah Saccharomyces dan Cabdida yang menybabkan tape berubah menjadi alkoholik. Adanay alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi asam asetat dan menyebakan rasa masam pada tape yang dihasilkan.
Kapang A. Rouxii dapat menghidrolisis pati menjadi gula. Semua gula yang ada adalah gula reduksi. A. rouxii juga menghasilkan alkohol sampai 0,92% setelah 45 jam fermentasi. Penggunaan kultur campuran A. rouxii dan S. fibuliger menghasilkan tape dengan kadar alkohol lebih tinggi tetapi kadar gulanya lebih rendah dan tidak memiliki aroma tape yang kuat. Pada bagian lain campuran tiga organisme yaitu A. rouxii, S. fibuliger dan H. anomala menghasilkan aroma yang diharapkan.
Perubahan biokimia yang penting pada fermentasi tape adalah hidrolisis pati menajdi glukosa dan maltosa yang akan memberikan rasa manis serta perubahan gula menjadi alcohol dan asam organic. Perubahan kadar alkohol selama penyimpanan dapat terjadi setelah dua hari dari 3% menjadi 5,2%. Namun demikian, jika tape disimpan pada suhu rendah (70C) fermentasi masih tetap berlangsung tetapi lebih lambat dan secara sensoris masih baik sampai dua minggu. Kombinasi A. rouxii dengan E. burtonii mampu mengurangi padatan total tape ketan sampai 50% dalam waktu 192 jam pada suhu 300C dan meningkatkan protein sampai 16,5 %, selain itu juga dihasilkan isobutanol, amil alkohol, dan isoamilalkohol.

Jumlah asam amino selama fermentasi mengalami penurunan, asam glutamat sebanyak 17,5 %, lisin 11 %, dan tirosin 9,8 %, sementara tiamin naik dari 0,04 mg/100 g menjadi 0,1 mg/100 g jika digunakan A. rouxii dan 0,12 mg/100g jika digabung dengan E. burtonii.
Pada umunya tape singkong memiliki komposisi air 56 – 69%, etanol 3%, pH 4,38 – 4,75, total asam 0,63 – 0,89%, protein 1,4%, lemak 0,3%, karbohidrat 40,2%, serat kasar 2%, dan kadar abu 0,7%.
b) Fermentasi Alkohol
Produk beralkohol sangatlah beragam mulai dari pangan hingga energi. Produk pangan yang paling lama dikenal adalah wine dan bir. Mikroorganisme yang terlibat terutama adalah khamir dari genus Saccharomyces sp. Saccharomyces yang paling banyak digunakan adalah S. cerevisiae dan S. carlbergensis. Khamir ini akan mengubah gula pada substrat menjadi alkohol pada kondisi aerob. Jika khamir ini ditumbuhkan pada suasan aerob maka akan dihasilkan sel lebih banyak daripada metabolitnya dan ini dimanfaatkan untuk produksi ragi roti.
c) Fermentasi Asam Asetat
Bakteri Acetobacter aceti merupakan baktei yang mula pertama diketahui sebagai penghasil asam asetat dan merupakan jasad kontaminan pada pembuatan wine. Saat ini bakeri Acetobacter aceti digunakan pada produksi asam asetat karena kemampuanya mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat.
d) Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi asam laktat banyak terjadi pada susu. Jasada yang paling berperan dalam fermentasi ini adalah Lacobacillus sp. Laktosa diubah menjadi asam laktat. Kini asam laktat juga digunakan untuk produksi plastik dalam bentuk PLA
e) Fermentasi Asam Sitrat
Asam sitrat dihasilkan melalui fermentasi menggunakan jamur Aspergillus niger. Meskipun beberapa bakteri mampu melakukan, namun yang paling umum digunakan adalah jamur ini. Pada kondisi aerob jamur ini mengubah gula atau pati menjadi asm sitrat melalui pengubahan pada TCA
f) Fermentasi Asam Glutamat
Asam glutamat digunakan untuk penyedap makanan sebagai penegas rasa. Mula pertama dikembangkan di Jepang. Organisme yang kini banyak digunakan adalah mutan dari Corynebacterium glutamicum.
g) Fermentasi Vitamin
Vitamin selain dapat diperoleh dari berbagai tumbuhan juga dapat dihasilkan secara fermentasi. Teruatam vitamin B. Mikroorganisme yang teribat dalam produksi vitamin ini adalah kapang askomisetes Eremothecium ashbyii dan Ashbya gossypii. Kapang (Candida flaeri,C. famata, dsb) dan bakteri dapat juga digunakan untuk produksi. Hasil yang dicapai dapat lebih dari 20 g riboflavin per liter kultur cair yang dilakukan secara steril dan kondisi aerob dengan medium yang mengandung molase atau minyak tumbuhan sebagai sumber karbon utama.
h) Fermentasi Yogurt
Produksi yogurt dimulai dengan kondisioning susu. Kandungan air pada susu mula pertama diturunkan hingga 25% dengan evaporasi vacuum dan ditambahkan 5% susu bubuk. Sebagai tahap akhir kondisioning, susu dipanaskan pada suhu 86 – 930C selama 30 – 60 menit. Hal ini akan menyebabkan beberapa protein mengalami pemecahan dan mikrobia kontaminan akan terbunuh. Setelah itu didinginkan pada suhu 450C dan ditambahkan campuran Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dalam perbandingan 1:1.
i) Fermentasi Kefir
Kultur starter kefir disebut butiran kefir, mengandung mikrobia yang terdiri dari bakteri dan khamir yang masing-masing berperan dalam pembentukan cita rasa dan struktur kefir. Bakteri menyebabkan terjadinya asam sedangkan khamir menyebabkan terjadinya pembentukan alkohol dan CO2 pada proses fermentasi. Hal inilah yang membedakan rasa yoghurt dan kefir. Komposisi mikrobia dalam butiran kefir dapat bervariasi sehingga hasil akhir kefir kadang mempunyai aroma yang bervariasi. Spesies mikrobia dalam bibit kefir diantaranya Lactocococcus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus kefir, Lactobacillus kefirgranum, Lactobacillus parakefir. Semua mikrobia yang tersebut tadi mempunyai fungsi dalam pembentukan asam laktat dari laktosa. Lactobacillus kefiranofaciens sebagai pembentuk lender (matriks butiran kefir), Leuconostoc sp. Membentuk diasetil dari sitrat dan Candida kefir pembentuk etanol dan karbondioksida dari laktosa. Selain itu juga ditemukan Lactobacillus brevis dan khamir (Torulopsis holmii dan Saccharomyces delbrueckii).
j) Fermentasi Keju
Keju juga hasil fermentasi susu, tetapi dalam proses produksi yang lebih kompleks. Perbedaan bakteri yang berperan menyebabkan waktu fermentasi yang lebih lama dari yogurt. Keju sangta beragam, tedapat lebih dari 20 klas dan ratusan vaietas, namun awal prosesnya adalah sama.
k) Fermentasi Nata deCoco
Nata de coco sebenarnya adalah selulosa murni produk kegiatan mikrobia Acetobacter xylinum. Mikrobia ini dapat merubah gula menjadi selulosa. Jalinan selulosa inilah yang membuat nata terlihat putih. Sebagai makanan berserat, nata de coco memiliki kandungan selulosa ± 2,5 % dan lebih dari lebih dari 95 % kandungan air. Nata de coco memiliki kandungan serat kasar 2,75 %, protein 1,5 – 2,8 %, lemak 0,35 % dan sisanya air
l) Fermentasi Kombucha
Kombucha tea (teh kombucha) merupakan produk minuman tradisional hasil fermentasi larutan teh dan gula dengan menggunakan starter mikrobia kombucha (Acetobacter xylinum dan beberapa jenis khamir) dan difermentasi selama 8 – 12 hari.
Proses fermentasi kombucha dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2, kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Glukosa berasal dari inversi sukrosa oleh khamir menghasilkan glukosa dan fruktosa. Acetobacter sebagai bakteri utama dalam kultur kombucha mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid lalu kemudia menjadi asam asetat. Aktifitas biokimia yang kedua dari bakteri Acetobacter adalah pembentukan asam glukonat yang berasal dari oksidasi glukosa. Sukrosa dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh khamir. Pada pembuatan etanol oleh khamir dan selulosa oleh Acetobacter xylinum, glukosa dikonversi menjadi asam glukonat melalui jalur fosfat pentosa oleh bakteri asam asetat, sebagian besar fruktosa dimetabolisme menjadi asam asetat dan sejumlah kecil asam glukonat. Bakteri asam laktat juga menggunakan glukosa untuk mensintesis selulosa mikrobia. Fruktosa masih tertinggal sebagian dalam media fermentasi dan diubah menjadi bentuk yang lebih sederhana oleh mikroorganisme sehingga dapat digunakan sebagai substrat fermentasi. Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya. Bakteri Acetobacter xylinum mengubah gula menjadi selulosa yang disebut nata/partikel dan melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Bakteri asam asetat memanfaatkan etanol untuk tumbuh dan memproduksi asam asetat. Adanya asam asetat akan menstimulasi khamir untuk memproduksi etanol kembali. Interaksi simbiosis ini ditemukan pada Glukonobacter dan Saccharomyces cerevisiae. Konsentrasi asam asetat dalam kombucha hanya meningkat sampai batas tertentu lalu mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pemanfaatan asam asetat lebih lanjut oleh Acetobacter xylinum ketika jumlah gula dalam media teh mulai habis. Penurunan kadar asam ini juga dikarenakan fermentasi etanol oleh khamir juga mengalami penurunan dikarenakan pH yang sangat rendah serta mulai habisnya gula dalam larutan.
m) Fermentasi Sauerkraut
Sauerkraut adalah fermentasi kobis menggunakan bakteri asam laktat sehingga beras masam. Kobis dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak dan kotor, dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1 mm. Irisan kobis ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki atau wadah kemudian ditambahkan larutan garam 2,25% dan diaduk serata mungkin. Bakteri yang memulai fermentasi adalah Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan oleh Lacotabacillus brevis, Lb. plantarum dan Pediococcus cerevisiae. Suhu optimal untuk fermentasi ini adalah 25 – 300C dengan waktu 2 – 3 minggu. Suhu di atas 300C mengakibatkan produksi asam berlebihan sedang jika suhu kurang dari 250C sering muncul flavor dan warna yang tidak diharapkan serta waktu fermentasi menjadi sangat lama.
n) Fermentasi Kecap
Kecap dibuat melalui proses fermentasi kedelai.
Tahap pertama, kedelai dan gandum dicampur kemudian diinokulasi dengan kapang Aspergillus dan diinkubasi selama 3 hari, hasilnya disebut koji pada tahap ini akan terjadi perubahan-perubahan biokimiawi dimana enzim protease yang dihasilkan oleh mikrobia akan menghidrolisis protein kedelai. Protein akan diubah menjadi bentuk protein terlarut, peptida, pepton dan asam-asam amino sedangkan karbohidrat diubah oleh aktivitas enzim amilolitik menjadi gula reduksi.
Tahap kedua, koji dipindah ke tangki fermentasi dicampur dengan larutan garam dan disebut moromi. Fermentasi ini berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Pada tahap ini konsentrasi garam berpengaruh terhadap hidrolisis protein dan kecepatan pembentukan asam laktat serta alkohol. Pada tahap ini tumbuh khamir yang halotoleran. Asam-asam amino, terutama asam glutamat merupakan komponen pendukung flavor. Komponen flavor lainnya adalah asam lemak (seperti palmitat), alkohol (seperti amil alkohol) dan senyawa-senyawa organik lainnya (seperti pirazin, aldehid, keton, ester). Nilai pH yang rendah pada fermentasi moromi menstimulasi pertumbuhan khamir halotoleran seperti S. rouxii, Z. major, Z. sulsus dan Z. japonicus. Khamir dapat menghasilkan etanol dan komponen-komponen aroma dan flavor yang spesifik. Pada kondisi aerob, S. rouxii dapat mengubah glukosa menjadi gliserol yang merupakan komponen flavor yang penting. Beberapa jenis khamir dapat menghasilkan komponen furfural yang merupakan flavor kecap yang spesifik.
o) Fermentasi Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).
 Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.
Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.
a. Asam Lemak
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
b. Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
c. Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
d. Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.
Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.
Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
 Cara pembuatan tempe
1. Biji kedelai yang telah dipilih/dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air yang bersih selama 1 jam.
2. Setelah bersih, kedelai direbus dalam air selama 2 jam.
3. Kedelai kemudian direndam 12 jam dalam air panas/hangat bekas air perebusan supaya kedelai mengembang.
4. Berikutnya, kedelai direndam dalam air dingin selama 12 jam.
5. Setelah 24 jam direndam seperti pada butir 3 dan butir 4 di atas, kedelai dicuci dan dikuliti (dikupas).
6. Setelah dikupas, kedelai direbus untuk membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh selama perendaman.
7. Kedelai diambil dari dandang, diletakkan di atas tampah dan diratakan tipis-tipis. Selanjutnya, kedelai dibiarkan dingin sampai permukaan keping kedelai kering dan airnya menetes habis.
8. Sesudah itu, kedelai dicampur dengan laru (ragi 2%) guna mempercepat/merangsang pertumbuhan jamur. Proses mencampur kedelai dengan ragi memakan waktu sekitar 20 menit. Tahap peragian (fermentasi) adalah tahap penentu keberhasilan dalam membuat tempe kedelai.
9. Bila campuran bahan fermentasi kedelai sudah rata, campuran tersebut dicetak pada loyang atau cetakan kayu dengan lapisan plastik atau daun yang akhirnya dipakai sebagai pembungkus. Sebelumnya, plastik dilobangi/ditusuk-tusuk. Maksudnya ialah untuk memberi udara supaya jamur yang tumbuh berwarna putih. Proses percetakan/pembungkus memakan waktu 3 jam. Daun yang biasanya buat pembungkus adalah daun pisang atau daun jati. Ada yang berpendapat bahwa rasa tempe yang dibungkus plastik menjadi "aneh" dan tempe lebih mudah busuk (dibandingkan dengan tempe yang dibungkus daun).
10. Campuran kedelai yang telah dicetak dan diratakan permukaannya dihamparkan di atas rak dan kemudian ditutup selama 24 jam.
11. Setelah 24 jam, tutup dibuka dan campuran kedelai didinginkan/diangin-anginkan selama 24 jam lagi. Setelah itu, campuran kedelai telah menjadi tempe siap jual.
12. Supaya tahan lama, tempe yang misalnya akan menjadi produk ekspor dapat dibekukan dan dikirim ke luar negeri di dalam peti kemas pendingin.
Proses membekukan tempe untuk ekspor adalah sbb. Mula-mula tempe diiris-iris setebal 2-3 cm dan di-blanching, yaitu direndam dalam air mendidih selama lima menit untuk mengaktifkan kapang dan enzim. Kemudian, tempe dibungkus dengan plastik selofan dan dibekukan pada suhu -40°C sekitar 6 jam. Setelah beku, tempe dapat disimpan pada suhu beku sekitar 20°C selama 100 hari tanpa mengalami perubahan sifat penampak warna, bau, maupun rasa.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Fermentasi
1. Mikrobia
Mikrobia dalam industri fermentasi merupakan faktor utama, sehingga harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
a. Murni
b. Unggul
c. Stabil
d. bukan patogen
 Murni
Dalam proses-proses tertentu harus menggunakan biakan murni (dari satu strain tertentu) yang telah diketahui sifat-sifatnya. Untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam proses maka kondisi lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal mempunyai resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk mengurangi kegagalan dapat digunakan biakan campuran. Keuntungan penggunaan biakan campuran adalah mengurangi resiko apabila mikrobia yang lain tidak aktif melakukan fermentasi. Dalam bidang pangan penggunaan biakan campuran dapat menghasilkan aroma yang spesifik.
Pengembangan inokulum yang terdiri campuran biakan murni belum berkembang di Indonesia. Sebagai contoh, inokulum tempe yang dibuat LIPI masih merupakan inokulum kultur tunggal sehingga produsen tempe sering mencampur inokulum murni dengan inokulum tradisional dengan maksud memperoleh hasil yang baik.
Inokulum tape (ragi tape) juga belum berkembang. Di Malaysia, telah dikembangkan campuran kultur murni untuk membuat tape rendah alkohol. Ini merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang sebagian besar muslim. Isolatnya sendiri diperoleh dari ragi yang telah ada di pasaran. Penggunaan inokulum campuran harus memperhatikan kebutuhan nutrisi mikroorganismenya. Kultur campuran yang baik adalah model suksesi sehingga antar organisme tidak bersaing namun saling mendukung untuk pembentukan produk.
 Unggul
Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikrobia harus mampu menghasilkan perubahan-perubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Sifat unggul yang ada harus dapat dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan kondisi proses yang diharapkan. Proses rekayasa genetik dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat jasad dengan maksud mempertinggi produk yang diharapkan dan mengurangi produk-produk ikutan.
 Stabil
Pada kondisi yang diberikan, mikrobia harus mempunyai sifat-sifat yang tetap, tidak mengalami perubahan karena mutasi atau lingkungan.
 Bukan Patogen
Mikrobia yang digunakan adalah bukan patogen bagi manusia maupun hewan, kecuali untuk produksi bahan kimia tertentu. Jika digunakan mikrobia patogen harus dijaga, agar tidak menimbulkan akibat samping pada lingkungan.
2. Bahan Baku
Bahan dasar untuk kepentingan fermentasi dapat berasal dari hasil-hasil pertanian, perkebunan maupun limbah industri. Bahan dasar yang umum digunakan di negara berkembang adalah:
a. Hasil perkebunana: molaseampas tebu, kulit kopi, kulit coklat, sabut kelapa dsb
b. Hasil pertanian: jerami, singkong, ubi jalar, susu daging, ikan dsb
c. Limbah cair dan padat, sisa pabrik, sampah dsb

D. Efek Pengolahan Terhadap Gizi Bahan Pangan
Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).
Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Dengan demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar apa-apa yang diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal. Untuk itulah pentingnya pengetahuan akan pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah bagaimana seharusnya melakukan suatu pengolahan pangan agar bahan pangan yang kita hasilkan bernilai gizi tinggi dan aman.
Jika kita berbicara pengolahan pangan maka sebenarnya kita berbicara suatu proses yang terlibat dari mulai penanganan bahan pangan setelah bahan pangan tersebut dipanen (nabati) atau disembelih (hewani) atau ditangkap (ikan) sampai kepada usaha-usaha pengawetan dan pengolahan bahan pangan menjadi produk jadi serta penyimpanannya. Disamping itu, dimaksudkan pula pengolahan yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu di dapur dalam menyiapkan masakan yang siap untukdihidangkan. Pemahaman yang benar dalam pengolahan makanan sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu agar makanan yang disiapkannya aman dikonsumsi dan tidak banyak berkurang gizinya.
1. Efek Pengolahan terhadap Protein
Tujuan pengolahan pada rumah tangga adalah :
a) Meningkatkan daya cerna dan kenampakan,
b) memperoleh flavor,
c) merusak mikroorganisme dalam bahan pangan.
Sedangkan proses yang penting dalam pengolahan adalah : a) perebusan, b) pengukusan, c) pengovenan, d) penggorengan, e) pembakaran, f) pengalengan dan g) dehidrasi.
Di dalam bahan pangan zat gizi makro tidak berdiri sendiri, melainkan saling berdampingan, sehingga efek pengolahanpun terjadi juga karena efek yang bersamaan dengan senyawa tersebut. Beberapa proses pemanasan seperti penggorengan, oven, perebusan dilaporkan memberi efek yang merugikan terhadap nilai gizi seperti pada cerealia, minyak biji kapas, dan pakan ternak. Efek tersebut karena reaksi antara amino group dari asam amino esensial seperti lisin dengan gula reduksi yang terkandung bersama-sama protein dalam bahan pangan, yang disebut reaksi Maillard. Pemanasan lebih lanjut dapat menyebabkan asam amino : arginin, triptofan, dan histidin bereaksi dengan gula reduksi. Ketersediaan lisin dan asam amino dari protein yang diproses dengan pemanasan lebih kecil daripada protein yang tidak diproses karena terjadinya reaksi Maillard.
Pengolahan komersial melibatkan proses pemanasan, pendinginan, pengeringan, penambahan bahan kimia, fermentasi, radiasi dan perlakuan-perlakuan lainnya. Dari semua proses ini, pemanasan merupakan proses yang paling banyak diterapkan dan dipelajari. Oleh karena itu pembahasan akan dititikberatkan pada pengaruh pemanasan pada sifat kimia dan nilai gizi protein, khususnya pada pemanasan yang moderat.
Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil. Beberapa reaksi yang tidak diinginkan dapat dikurangi. Penstabil seperti polifosfat dan sitrat akan mengikat Ca2+, dan ini akan meningkatkan stabilitas panas protein whey pada pH netral. Laktosa yang terdapat pada whey pada konsentrasi yang cukup dapat melindungi protein dari denaturasi selama pengeringan semprot (spray drying).
Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanasakan pada suhu yang moderat (60-90oC) selama satu jam atau kurang. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan quarterner. Akan tetapi, belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya.
Dari segi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat dengan demikian dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik. Disampingitu, dengan pemanasan yang moderat dapat menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase dan enzim oksidatif dan hidrolotik lainnya. Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off-flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Sebagai contoh, kacang-kacangan kaya enzim lipoksigenase. Selama penghancuran bahan, untuk mengisolasi protein atau lipidnya, dengan adanya oksigen enzim ini bekerja sehingga dihasilkan senyawa hasil oksidasi lipid yang menyebabkan off-flavour. Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran. Sebagai tambahan, perlakuan panas yang moderat juga berguna untuk menginaktivasi beberapa faktor aninutrisi seperti enzim antitripsin dan lektin.
 Reaksi Maillard (interasksi protein dan gula pereduksi)
Reaksi antara protein dengan gula-gula pereduksi merupakan sumber utama menurunnya nilai gizi protein pangan selama pengolahan dan penyimpanan. Reaksi Maillard ini dapat terjadi pada waktu pembuatan (pembakaran) roti, produksi “breakfast cereals” (serpihan jagung, beras, gandum, dll) dan pemanasan daging terutama bila terdapat bahan pangan nabati ; tetapi yang paling penting adalah selama pengolahan susu (sapi) dengan pemanasan, karena susu merupakan bahan pangan berprotein tinggi yang juga mengandung gula pereduksi (laktosa) dalam jumlah tinggi.
 Reaksi Maillard Dalam Produk Bahan Pangan
Pemasakan dirumah-rumah tangga dan pengalengan makanan secara komersil hanya memberi sedikit pengaruh terhadap nilai gizi protein bahan pangan. Akan tetapi proses industri lainnya, yang menyangkut penggunaan panas pada kadar air yang rendah, misalnya selama pengeringan dan pembakaran (roti), serta proses penyimpanan selanjutnya dari produk yang dihasilkan, dapat mengakibatkan penurunan gizi yangcukup besar.
Reaksi Maillard dapat terjadi, misalnya selama produksi pembakaan roti. Kehilangan tersebut terutama terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust), yang mungkin karena terjadinya reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak habis digunakan oleh khamir (dari ragi roti). Meskipun gula-gula nonreduksi (misalnya sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan reaksi Maillard, yang pada suhu tinggi terjadi pemecahan ikatan glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.
 Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Asam Amino
Pada pengolahan dengan menggunakan panas yang tinggi, protein akan mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan ini termasuk rasemisasi, hidrolisis, desulfurasi, dan deamidasi. Kebanyakan perubahan kimia ini bersifat ireversibel, dan beberapa reaksi dapat menghasilkan senyawa toksik.
Pengolahan panas pada pH alkali seperti pada pembuatan texturized foods dapat mengakibatkan rasemisasi parsial dari residu L-asam amino menjadi D-asam amino. Laju rasemisasi residu dipengaruhi oleh daya penarikan elektron dari sisi samping. Dengan demikian, residu seperti Asp, Ser, Cys, Glu, Phe, Asn, dan Thr akan terasemisasi lebih cepat dari residu asam amino lainnya. Laju rasemisasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidroksil, tetapi tidak tergantung pada konsentrasi protein itu sendiri. Sebagai tambahan, karbanion yang terbentuk pada suhu alkali dapat mengalami reaksi รข-eliminasi menghasilkan dehidroalanin.
Rasemisasi residu asam amino dapat mengakibatkan penurunan daya cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh. Kerugian akan semakin besar apabila yang terasemisasi adalah asam amino esensial. Pemanasan protein pada pH alkali dapat merusak beberapa residu asam amino seperti Arg, Ser, Thr dan Lys. Arg terdekomposisi menjadi ornithine. Jika protein dipanaskan pada suhu sekitar 200oC, seperti yang terjadi pada permukaan bahan pangan yang mengalami pemanggangan, broiling, grilling, residu asam aminonya akan mengalami dekomposisi dan pirolisis. Beberapa hasil pirolisis yang diisolasi dari daging panggang ternyata bersifat sangat mutagenik. Yang paling bersifat mutagenik adalah dari pirolisis residu Trp dan Glu. Satu kelas komponen yaitu imodazo quinoline (IQ) merupakan hasil kondensasi kreatinin, gula dan beberapaasam amino tertentu seperti Gly, Thr, Al dan Lys, komponen ini juga toksik. Senyawa-senyawa toksik ini akan jauh berkurang apabila pengolahan tidak dilakukan secara berlebihan (suhu lebih rendah dan waktu yang lebih pendek).
2. Efek Pengolahan terhadap Karbohidrat
Pemasakan karbohidrat diperlukan unutk mendapatkan daya cerna pati yang tepat, karena karbohidrat merupakan sumber kalori. Pemasakan juga membantu pelunakan diding sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya cerna protein. Bila pati dipanaskan, granula-granula pati membengkak dan pecah dan pati tergalatinisasi. Pati masak lebih mudah dicerna daripada pati mentah.
Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak sendiri melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak. Interaksi antara karbohidrat (gula) dengan protein telah dibahas, seperti tersebut diatas. Bahan pangan yang dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong, ubi jalar, gula pasir, dll. Dalam pengolahan yang melibatkan pemanasan yang tinggi karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang justru dikehendaki, tetapi jika dikehendaki karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak diharapkan .
Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap kandungan karbohidrat, terutama seratnya. Beras giling sudah barang tentu memiliki kadar serat makanan dan vitamin B1 (thiamin) yang lebih rendah dibandingkan dengan beras tumbuk. Demikian juga pencucian beras yang dilakukan berulang-ulang sebelum dimasak, akan sangat berperan dalam menurunkan kadar serat. Pengolahan buah menjadi sari buah juga akan menurunkan kadar serat, karena banyak serat akan terpisah pada saat proses penyaringan.
3. Efek Pengolahan Terhadap Lemak
Pemasakan yang biasa dilakukan pada rumah tangga sedikit sekali berpengaruh terhadap kandungan lemak, tetapi pemanasan dalam waktu lama seperti penggorengan untuk beberapa kali, maka asam lemak esensial akan rusak dan terbentuk produk polimerisasi yang beracun. Lemak yang dipanaskan berulangkali dapat menurunkan pertumbuhan pada tikus percobaan.
Dengan proses pemanasan, makanan akan menjadi lebih awet, tekstur, aroma dan rasa lebih baik serta daya cerna meningkat.salah satu komponen gizi yang dipengaruhi oleh prose pemanasan adalah lemak. Akibat pemanasan daging maka lemak dalam daging akan mencair sehingga menambah palatabilitas daging tersebut.hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak menjadi produksi volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor.
Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal (168-196 oC) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng berlangsung dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Lemak hewan (babi dan kambing) banyak mengandung asam lemak tidak jenuh seperti oleat dan linoleat. Asam lemak ini dapat mengalami oksidasi, sehingga timbul bau tengik pada daging. Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Hasil pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Dengan adanya anti oksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol), maka kecapatan proses oksidasi lemak akan berkurang. Sebaliknya dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt, dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidase maka lemak akan dipercepat.
Kecepatan oksidasi berbanding lurus dengan tingkat ketidak jenuhan asam lemak. Asam linoleat dengan 3 ikatan rangkap akan lebih mudah teroksidasi daripada asam lemak linoleat dengan 2 ikatan rangkapnya dan oleat dengan 1 ikatan rangkapnya. Pada minyak kedelai kurang baik dijadikan minyak goreng, karena banyak mengandung linoleat. Sedangkan minyak jagung baik digunakan sebagai minyak goreng, karena linoleatnya rendah. Untuk mengatasi masalah pada minyak kedelai, maka dilakukan proses hidrgenasi sebagian untuk menurunkan kadar asam linoleatnya.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama degradasi asam lemak didasarkan atas penguraian asam lemak. Produk degradasi terbentuk menjadi dua :

• Hasil dekomposisi tidak menguap, yang tetap terdapat dalam minyak dan diserap oleh bahan panganyang digoreng.
• Hasil dekomposisi yang dapat menguap, yang keluar bersama-sama uap pada waktu lemak dipanaskan.
Pembentukan produk yang tidak menguap sebagian besar disebabkan olehotooksidasi, polimeriasai thermal, dan oksidasi thermal dari asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada minyak goreng. Reaksi-reaksi minyak dibagi atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi (perambatan), dan terminasi (penghentian). Oksidasi dari hidroperoksida yang lebih lanjut juga menghasilkan produk-produk degradasi dengan tiga tipe utama yaitu pemecahan menjadi alkohol, aldehid, asam, dan hidrokarbon, dimana hal ini juga berkontribusi dalam perubahan warna minyak goreng yang lebih gelap dan perubahan flavor, dehidrasi membentuk keton, atau bentuk radikal bebas yang berbentuk dimer, trimer, epksid, alkohol, dan hidrokarbon.
Seluruh komponen tersebut berkontribusi terhadap kenaikan vuiskositas dan pembentukan fraksi NUAF (Nonurea Aduct Forming). Fraksi NUAF yang merupakan derifat dari asam lemak yang tidak dapat membentuk kompleks dengan urea, bersifat toksis bagi manusia. Pada dosis 2,5 % dalam makanan, fraksi ini dapat mengakibatkan keracunan yang akut pada tikus setelah tujuh hari masa percobaan.
Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi dengan adanya oksigen, disebut oksidasi thermal. Derajat ketidak jenuhan yang diukur dengan bilangan iod, akan berkurang selama pemanasan, jumlah asam tak berkonyugasi misalnya linoleat akan berkurang dan asam berkonyugasi (asam linoleat berkonyugasi) bertambah sampai mencapai maksimum, dan kemudian berkurang karena proses penguraian.
Proses pemanasan dapat menurunkan kadar lemak bahan pangan. Demikian juga dengan asam lemaknya, baik esensial maupun non esensial. Kandungan lemak daging sapi yang tidak dipanaskan (dimasak) rata-rata mencapai 17,2 %, sedangkan jika dimasak dengan suhu 60 oC, kadar lemaknya akan turun menjadi 11,2-13,2%.
Adanya lemak dalam jumlah berlebihan dalam bahan pangan kadang-kadang kurang dikehendaki. Pada pengolahan pangan dengan teknik ekstrusi, diinginkan kadar lemak yang rendah. Tepung yang kadar lemaknya telah diekstrak sebelum proses ekstrusi akan menghasilkan produk yang mempunyai derajat pengembangan yang lebih tinggi. Kompleks lemak dengan pati pada proses ekstrusi akan menyebabkan penurunan derajat pengembangan.


DAFTAR PUSTAKA

http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-salmah.pdf
Sumber : http://jurnalmahasiswa.blogspot.com/2007/09/efek-pengolahan-terhadap-zat-gizi.html
Sritrakul, N., P. Laoparboon., P. Danviruati and L. Laoparboon. 2007. Continuous Manggo Wine Fermentation in a Packed-bed Bioreactors Using Immobilized Yeasts, System Stability and Volatile by Products. Thai Journal of Biotechnology 8(1): 5 – 10.
http://mrd33p.blogspot.com/2009/06/efek-pengolahan-terhadap-zat-gizi.html
http://www.scribd.com/doc/11485122/biokimiakarbohidrat?autodown=doc
http://petanitangguh.blogspot.com
http://www.fmipa.itb.ac.id/jms/file/JMS%20Vol%206-1%20Nurhayani.pdf
” FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROBA”

BAB I
PENDAHULUAN
A. Mikrobiologi Dan Mikroorganisme
Mikrobiologi tersusun dari 3 kata, yaitu micros (kecil, renik), bios (hidup) dan logos (ilmu, pengetahuan). Jadi mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menelaah mikroba (organisme hidup yang berukuran kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang secara langsung).
Mikrobiologi penting sekali dan terkait erat dengan kehidupan manusia, karena mikroba (jasad renik) tersebar merata di seluruh belahan bumi dan ada di mana-mana. Mikroba ada di udara, ada di air, di tanah, lantai, meja, kulit dan dimanapun. Oleh karena itu mikroba memiliki korelasi yang erat dan peranan yang penting dengan kehidupan manusia, yang dapat memberikan pengaruh merugikan maupun menguntungkan.
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat (Darkuni, 2001).
Mikroorganisme pangan dibagi menjadi :
1. Mikroorganisme indikator
Merupakan kelompok bakteri yang keberadaannya di makanan di atas batasan jumlah tertentu, yang dapat menjadi indikator suatu kondisi yang terekspos yang dapat mengintroduksi organisme hazardous (berbahaya) dan menyebabkan proliferasi spesies patogen ataupun toksigen. Misalnya E. coli tipe I, coliform dan fekal streptococci digunakan sebagai indikator penanganan pangan secara tidak higinis, termasuk keberadaan patogen tertentu. Mikroorganisme indikator ini sering digunakan sebagai indaktor kualitas mikrobiologi pada pangan dan air.



2. Mikroorganisme patogen
Mikroorganisme penyebab food-borne infection dan desease atau intoksikasi seperti Salmonella spp., Clostridium botulinum dan Staphylococcus aureus.
3. Mikroorganisme pembusuk (spoilage)
Mencakup bakteri, khamir (yeast) dan kapang (mould) yang menyebabkan perubahan tidak dikehendaki pada penampakan visual, bau, tekstur atau rasa suatu makanan. Mikroorganisme ini dikelompokkan berdasarkan tipe aktivitasnya, seperti proteolitik, lipolitik, dll. atau berdasarkan kebutuhan hidupnya seperti termofilik, halofilik, dll.
Mikroorganisme memiliki peranan yang yang sangat penting dalam kehidupan manusia, ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan.
Diantara peranan mikroba yang merugikan adalah :
 Penyebab penyakit, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan.
 Penyebab kebusukan makanan (spoilage).
 Penyebab keracunan makanan (food borne disease),dll
Diantara peranan mikroorganisme yang menguntungkan adalah :
 Agen pembusuk alami, yang akan mendekomposisi sampah-sampah organik menjadi materi inorganik sehingga dapat mengurangi kuantitas sampah, menyuburkan tanah dan dapat menjadi sumber nutrisi bagi tumbuhan.
 Agen pembusuk di dalam saluran pencernaan alami, yang turut membantu mencerna makanan di dalam saluran pencernaan.
 Agen pengikat nitrogen dari udara yang dapat digunakan sebagai bahan nutrien bagi tumbuhan,dll.
Seiring dengan semakin majunya perkembangan ilmu mikrobiologi, maka penerapan mikrobiologi semakin meluas pada hampir semua bagian bidang. Diantaranya :
 Pada Industri Pertanian : mikrobiologi berperan penting di dalam mencegah penyakit tanaman, membantu proses penyuburan tanah, dan lain lain.
 Pada Industri Makanan : mikrobiologi berperan di dalam proses pengawetan makanan, fermentasi makanan, dan lain lain.
 Pada Industri Medis/Kesehatan : mikrobiologi sangat berperan penting di dalam antibiotik, antiseptis, kemoterapi, vaksinasi, dan lain sebagainya.
B. Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, misalnya kita makhluk makro ini dikatakan tumbuh ketika bertambah tinggi, bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang semakin besar atau subtansi atau masssa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak, pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri. Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi mikroba (Iqbalali, 2008).
Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi (Iqbalali, 2008).
Bakteri yang diinokulasikan dalam medium yang sesuai dan pada keadaan yang optimum bagi pertumbuhannya, maka terjadi kenaikan jumlah yang sangat tinggi dalam waktu yang relatif pendek. Pada beberapa spesies, populasi (panen sel terbanyak yang dapat diperoleh) tercapai dalam waktu 24 jam, populasinya dapat mencapai 10 sampai 15 milyar sel bakteri per mililiter. Perbanyakan ini disebabkan oleh pembelahan sel secara aseksual.
Fase pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut :
1) Fase lag adalah fase dimana bakteri beradapatasi dengan lingkungannya dan mulai bertambah sedikit demi sedikit.
2) Fase logaritmik adalah fase dimana pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. Jika ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum.
3) Fase stationer adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian.
4) Fase autolisis (kematian) adalah fase dimana jumlah bakteri yang mati semakin banyak, melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak.

C. Kurva Pertumbuhan Bakteri
Apabila satu bakteri tunggal diinokulasikan pada suatu medium dan memperbanyak diri dengan laju yang konstan/tetap, maka pada suatu waktu pertumbuhannya akan berhenti dikarenakan sokongan nutrisi pada lingkungan sudah tidak memadai lagi, sehingga akhirnya terjadi kemerosotan jumlah sel akibat banyak sel yang sudah tidak mendapatkan nutrisi lagi. Hingga akhirnya pada titik ekstrim menyebabkan terjadinya kematian total bakteri. Kejadian di atas apabila digambarkan dalam bentuk kurva adalah sebagaimana di bawah.


Gambar : Kurva Pertumbuhan Bakteri
Kurva di atas disebut sebagai kurva pertumbuhan bakteri. Ada empat fase pada pertumbuhan bakteri sebagaimana tampak pada kurva, yaitu :
Tabel : Ciri dan Fase pada Kurva Pertumbuhan
Fase Pertumbuhan Ciri
Lag (lambat) Tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri.
Logaritma atau eksponensial Sel membela diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang.
Stationary (stasioner/tetap) Terjadinya penumpukan racun akibat metabolisme sel dan kandungan nutrien mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel mati dan lainnya tetap tumbuh. Jumlah sel menjadi konstan.
Death (kematian) Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial.
Pengetahuan akan kurva pertumbuhan bakteri sangat penting untuk menggambarkan karakteristik pertumbuhan bakteri, sehingga akan mempermudah di dalam kultivasi (menumbuhkan) bakteri ke dalam suatu media, penyimpanan kultivasi dan penggantian media.




BAB II
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROBA
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dapat bersifat fisik dan kimia atau biologis. Faktor – faktor tersebut meliputi :
a) Faktor intrinsik , merupakan sifat – sifat fisik, kimia , dan stuktur yang dimiliki oleh bahan pangan itu sendiri,seperti :
 kandungan nutrisi
 PH pangan
 aw pangan
 potensial reduksi oksidasi
 senyawa antimikroba alamiah dalam pangan , dan
 stuktur biologi.
b) Faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan penyimpanan bahan pangan , seperti :
 Suhu
 kelembaban
 Susunan gas di atmosfir .
c) Faktor implisit yang merupakan sifat – sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri . Faktor ini sangat dipengaruhi oleh susunan biotik mikroba dalam bahan pangan , seperti :
 Sinergisme dan
 Antagonisme
d) Faktor pengolahan , karena perubahan mikroba awal sebagai akibat pengolahan bahan pangan ( misalnya pemanasan , pendinginan , irradiasi , penambahan bahan pengawet)

.








BAB III
PEMBAHASAN

A. Faktor Intrinsik
Faktor Intrinsik adalah segala sesuatu yang terdapat atau melekat pada lingkungan ( media) tempat tumbuh mikroba tersebut, meliputi sifat – sifat fisik, kimia , dan stuktur yang dimiliki oleh bahan pangan itu sendiri. Faktor intrinsik dalam bahan pangan berupa kandungan nutrisi , PH pangan , aw pangan , potensial reduksi oksidasi , senyawa antimikroba alamiah dalam pangan , dan stuktur biologi.
a. Kandungan Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya.Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi , bahan pembentuk sel ,dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi . Nutrisi yang diperlukan oleh mikroba meliputi air , sumber energi , sumber karbon,sumber nitrogen , sumber aseptor elektron , sumber mineral dan faktor tumbuh.
b. Nilai PH
Hampir semua mikroba tumbuh pada tingkat pH yang berbeda. Sebagian Bakteri tumbuh pada pH mendekati netral ( pH 6,5 – 7,5 ). Pada pH dibawah 5,0 dan diatas 8,0 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik , kecuali bakteri asam asetat ( misalnya : Acetobakter suboxydans ) yang mampu tumbuh pada pH rendah dan bakteri Vibrio sp yang dapat tumbuh pada pH tinggi (basa ). Sebaliknya , khamir menyukai pH 4,0 -5,0 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2,5 – 8,5. Oleh karena itu khamir dapat tumbuh pada pH rendah di mana pertumbuhan bakteri terhamabat . Untuk pertumbuhan kapang memerlukan pH optimum antara 5,0 – 7,0 ,tetapi seperti halnya khamir , kapang masih dapat hidup pada kisaran pH yang luas , yaitu antara pH 3,0 – 8,5 .
c. Aktifitas Air
Aktifitas air ( water activity = aw ) merupakan parameter yang lebih tepat untuk mengukur aktivitas makroba pada bahan pangan . Untuk meramalkan populasi mikroba yang berperan dalam kerusakan bahan pangan sehingga tipe dan bentuk kerusakan yang terjadi diketahui . Selain itu aw dapat digunakan sebagai indikator dalam usaha pengawetan bahan pangan .
d. Potensial Reduksi Oksidasi ( Redoks )
Potensial reduksi oksidasi menunjukan kemampuan substrat untuk melepaskan elektron ( oksidasi ) atau menerima elektron ( reduksi ). Potensial reduksi oksidasi sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroba . Pada mikroba aerob memerlukan potensial redoks positif ( teroksidasi ) sedangkan pada mikroba anaerob memerlukan potensial redoks negatif ( tereduksi ).
e. Senyawa Antimikroba
Beberapa bahan pangan memeiliki senyawa antimikroba alamiah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba . Misalnya, laktinin, anticoliform, dan laktoperoksidase yang terdapat dalam susu . Putih telur mengandung lisosim yang merupakan senyawa antimikroba . Rempah – rempah umumnya mengandung eugenol ( antimikroba ) , kayu manis mengandung aldehid siamat yang dapat menghambat kapang dan bakteri .
f. Stuktur Biologi
Stuktur biologi seperti lapisan kulit dan kulit pada kacang – kacangan , dan kulit buah , berperan mencegah masuknya mikroba kedalam bahan pangan tersebut ( Nurwantoro , 1997 )
B. Faktor Ekstrinsik
Faktor Ekstrinsik yaitu Keadaan lingkungan yang dapat berubah dikarenakan entitasnya tidak melekat pada lingkungan ( media ) tempat tumbuh mikroba, melainkan dikarenakan kondisi di sekitar media tersebut . Faktor – faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap kehidupan mikroba antara lain suhu , kelembaban , dan susunan gas di atmosfir.
a. Suhu
Suhu merupakan faktor fisika yang sangat penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan kegiatan mikroba . Suhu dapat mempengaruhi lamanya fase lag , kecepatan pertumbuhan , konsentrasi sel , kebutuhan nutrisi , kegiatan enzimatis dan komposisi sel .( Nurwantoro , 1997 ).Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhanya , mikroba dapat dikelompokan menjadi 4 ( empat ) yaitu thermofil , mesofil , psikhofil,dan psikhotrof ( Sardjono , 1988 ).
Mikroba thermofil ditemukan pada lingkungan yang bersuhu tinggi , misalnya pada kompos , susu , tanah , dan air laut . Mikroba thermofil hanya dapat pada suhu tinggi , sebab enzim – enzim dan protein – proteinya lebih resisten terhadap panas . Membrane sel pada bakteri thermofil banyak mengandung asam – asam lemak jenuh yang mempunyai sifat stabil pada suhu tinggi .
Semua mikroba patogen dan sebagian besar mikroba penyebab kerusakan pangan tergolong dalam kelompok mikroba mesofil . Mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 00C termasuk kelompok psikhrofil . kelompok mikroba ini dibedakan menjadi 2 ( dua ) , yaitu obligat psikhofil yang memiliki suhu pertumbuhan optimum kurang dari 200C dan fakultatif psikhrofil yang memiliki suhu pertumbuhan optimum lebih dari 20 0C. Mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 00C tetapi memiliki suhu pertumbuhan optimum dan maksimum berbeda dengan mikroba psikhrofil disebut mikroba psikhtrof .
b. Kelembaban Udara Relatif
Kelembaban udara relatif berhubungan dengan aktifitas air ( aw ) . Pangan yang mempunyai nilai aw rendah apabila ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai kelembaban udara relatif tinggi akan mudah menyerap air . Semakin banyak air yang terserap akan meningkatkan nilai aw sehingga pangan tersebut mudah dirusak oleh bakteri .

c. Susunan Gas di Atmosfir
Berdasarkan kebutuhan oksigen sebagai aseptor elektron , mikroba dapat dibedakan menjadi 2 ( dua ) golongan , yaitu mikroba aerob dan mikroba anaerob . Mikroba aerob adalah mikroba yang dapat menggunakan oksigen sebagai sumber aseptor elektron terakhir bioenerginya ..
C. Faktor Implisit
Faktor Implisit yang merupakan sifat – sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri . Faktor ini sangat dipengaruhi oleh susunan biotik mikroba dalam bahan pangan. Faktor – faktor impilisit yang terpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba adalah sinergisme dan antagonisme .
a. Sinergisme
Sinergisme adalah kemampuan dua atau lebih organisme untuk melakukan perubahan ( biasanya perubahan kimia ) dimana tanpa adanya kerja sama diantaranya . Faktor faktor yang berkaitan dengan sinegisme adalah ntrisi perubahan nilai pH, pertumbuhan potensial redoks , perubahan aktivitas air . penghilangan zat anti mikroba dan kerusakan stuktur biologis .
b. Antagonisme
Kematian atau terhambatnya pertumbuhanya suatu organisme yang disebabkan oleh organisme lain yang mempengaruhi lingkungan pertumbuhan organisme pertama disebut antagonisme . Faktor – faktor yang mempengaruhi antagonisme antara lain penggunan nutrisi , perubahan nilai pH , perubahan potensial redoks , pembentukan zat – zat antimikroba ,dan bakteriofag .


D. Faktor Pengolahan
Mirobiologi spesipik yang terdapat didalam bahan – bahan pangan dapat dikurangi jumlahnya oleh berbagai jenis metode pengolahan dan pengawetan pangan . Jenis – jenis pengolahan atau pengawetan pangan yang berpengaruh terhadap kehidupan mikroba , antara lain suhu tinggi , suhu rendah penambahan bahan pengawet dan irridiasi .




















BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dapat bersifat fisik dan kimia atau biologis. Faktor – faktor tersebut meliputi : Faktor intrinsik , merupakan sifat – sifat fisik, kimia , dan stuktur yang dimiliki oleh bahan pangan itu sendiri,seperti : kandungan nutrisi,PH pangan, aw pangan, potensial reduksi oksidasi, senyawa antimikroba alamiah dalam pangan , dan stuktur biologi. Faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan penyimpanan bahan pangan , seperti : Suhu, kelembaban, susunan gas di atmosfir. Faktor implisit yang merupakan sifat – sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri . Faktor ini sangat dipengaruhi oleh susunan biotik mikroba perubahan mikroba awal sebagai akibat pengolahan bahan pangan ( misalnya pemanasan , pendinginan , irradiasi , penambahan bahan pengawet)









DAFTAR PUSTAKA

http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/pengantar-mikrobiologi/trackback/
http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/prinsip-pertumuhan-bakteri/
http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-mikroba/
http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/pengendalian-mikroorganisme/
http://dprayetno.wordpress.com/mikrobiologi-pangan-dan-lingkungan/
http://iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan-bakteri-dan-suhu/
http://syariffauzi.wordpress.com/tag/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-bakteri/

Kamis, 10 Desember 2009

Senin, 07 Desember 2009

A. PENGERTIAN FERMENTASI SUSU

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dan lain-lain) sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan, antara lain :
• Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk pangan,
• Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.
• Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
• Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah, dan
• Teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun dengan baik.

Proses fermentasi susu antara lain bertujuan untuk membuat produk baru dengan cita rasa yang berbeda dengan bahan aslinya, menghilangkan citarasa yang tidak diinginkan, dan memberi nilai tambah







B. PRODUK-PRODUK FERMENTASI SUSU DAN PROSES PEMBUATANNYA

Berdasarkan pada tingkat keasamannya produk-produk fermentasi susu dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu :
a) berasam rendah; misalnya susu krim dan susu mentega,
b) berasam sedang; misalnya yoghurt, yakult dan susu asidofilus,
c) berasam tinggi; misalnya susu bulgarikus, dan
d) mengandung campuran asam dan alkohol, misalnya kefir.

1. Kefir
Kefir merupakan produk susu yang berasa asam, alkoholik, dan karbonat. Kefir berasal dari pegunungan Kaukasus di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, Rusia Barat Daya. Kefir memiliki nama yang berbeda-beda seperti kippe, kepi, khapov, khephir, dan kiaphir. Jenis susu fermentasi ini telah banyak dikonsumsi di beberapa negara Asia dan Scandinavia.
Kefir adalah susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yogurt dan memiliki aroma khas yeasty (seperti tape). Kefir diperoleh melalui proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan starter berupa butir atau biji kefir (kefir grain/kefir granule), yaitu butiran-butiran putih atau krem dari kumpulan bakteri, antara lain Streptococcus sp., Lactobacilli dan beberapa jenis ragi/ khamir nonpatogen.

Manfaat Kefir
Sebagai minuman yang bergizi tinggi dengan kandungan gula susu (laktosa) yang relatif rendah dibandingkan susu murni, kefir sangat bermanfaat bagi penderita lactose intolerant atau tidak tahan terhadap laktosa, karena laktosanya telah dicerna menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase dari mikrobia dalam biji kefir. Di samping itu, kefir juga dipercaya oleh sebagian masyarakat dapat menyembuhkan beberapa penyakit metabolism seperti diabetes, asma, dan jenis tumor tertentu, walaupun penelitian secara ilmiah tentang hal itu belum dilakukan. Di Rusia, konsumsi kefir dianggap penting karena kemampuan probiotik dan peranan sebagai penunjang kesehatan. Di negara tersebut kefir digunakan secara luas di rumah sakit dan sanatorium sebagai makanan bagi pasien yang mengalami gangguan pencernaan, arteriosklerosis, kelainan metabolisme seperti tekanan darah tinggi, dan makanan bagi anak-anak kecil.

Pembuatan kefir
Kefir dibuat melalui fermentasi susu yang telah dipasteurisasi dan diinokulasi biji kefir selama waktu tertentu. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan kefir adalah susu segar dan starter berupa butir-butir kefir dengan peralatan seperti panic email, pengaduk, saringan plastik, dan kompor/pemanas.

Langkah pembuatan kefir adalah sebagai berikut:

Susu segar (dipasteurisasi)

Didinginkan

Susu + butir-butir kefir

Diinkubasi

Penggumpalan

Disaring

Dikonsumsi

• Susu segar dengan total padatan 11-12% dipasteurisasi, yaitu dipanaskan pada suhu 85- 90oC selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai suhu kamar (±28oC).
• Ke dalam susu pasteurisasi dimasukkan 3% butir-butir kefirdan diaduk merata.
• Dibiarkan/diinkubasi selama 20- 24 jam (semalam) pada suhu kamar (suhu 25-37oC) agar proses fermentasi berlangsung.
• Bila susu sudah menggumpal lalu disaring dengan menggunakan saringan plastik untuk mendapatkan butir-butir kefir kembali.
• Kefir yang sudah disaring siap untuk diminum dengan atau tanpa tambahan pemanis sesuai selera. Bila tidak langsung dikonsumsi dapat dimatangkan (aging) dahulu selama 1-3 hari pada suhu 5-10oC. Penyimpanan dalam lemari pendingin akan memperpanjang masa simpan. Selain pemanis, dapat pula ditambahkan flavor jika suka.
• Butir-butir kefir yang diperoleh dicuci dengan air matang dingin untuk dipakai lagi pada waktu lain, demikian seterusnya.

Starter Kefir
Biji kefir berbentuk seperti kembang kol, berwarna putih kekuningan dengan diameter tiap butirnya 2-15 mm dan bobot tiap butir hanya beberapa gram saja. Bakteri asam laktat dan khamir yang hidup bersimbiosis dan tumbuh di dalam biji kefir berada dalam perbandingan yang seimbang. Bakteri asam laktat yang berbentuk batang akan menempati lapisan perifer (luar) biji, sedangkan ragi ada di dalam intinya. Biji kefir yang diinokulasikan ke dalam susu akan mengembang (diameternya membesar) dan warnanya menjadi kecoklatan karena diselubungi partikel-partikel susu.
Setelah fermentasi selesai, biji kefir dapat dipanen kembali dengan disaring dan dapat digunakan kembali sebagai inokulum. Kefir yang dihasilkan juga dapat dijadikan sebagai bulk starter untuk membuat kefir berikutnya dengan menambahkan
3-5% kefir ke dalam susu pasteurisasi. Aktivasi biji kefir kering sebelum digunakan sebagai starter perlu dilakukan dengan cara merendam biji kefir dalam susu steril selama beberapa jam dengan konsentrasi 10-12% berat/volume pada suhu ruang sampai mengembang, dilakukan tiga kali seminggu.
Sampai saat ini, biji kefir masih sulit diperoleh di Indonesia karena jumlahnya terbatas dan belum dipasarkan secara komersial. Kelangkaan ini merupakan peluang bagi kita untuk dapat membuat starter berbentuk lain, seperti dalam pembuatan yogurt dengan starter berbentuk cair. Pengenalan kefir sebagai salah satu jenis susu fermentasi yang bermanfaat bagi kesehatan diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan susu. Karena kefir memiliki karakter rasa yang eksotis, serasa ada yang mendesis di rongga mulut sebagai paduan rasa asam, sedikit rasa alkohol dan soda, serta kombinasi gas karbon dioksida-alkohol yang menghasilkan buih, maka kefir mempunyai peluang dikembangkan menjadi hidangan minuman populer di kafe atau tempat kumpul kawula muda. Pada akhirnya, kefir memang selayaknya dikonsumsi karena alasan kesehatan, sangat bermanfaat bagi penderita lactose intolerant, juga dipercaya oleh sebagian masyarakat dapat menyembuhkan beberapa penyakit metabolisme seperti diabetes, darah tinggi, asma, jenis tumor tertentu, arteriosklerosis, dan makanan sehat bagi anak-anak kecil.



Cara memanen kefir (kiri) serta biji kefir dan kefir yang sudah dimasukkan ke dalam botol
(kanan).



2. Yogurt
Berdasarkan metode pembuatan dan struktur fisiknya, yoghurt dibagi atas dua macam, yaitu “set yogurt” dan “stirred yogurt” (Tamime dan Deeth, 1979 ; Helferich dan Westhoff, 1980). Set yogurt memiliki masa setengah padat (semi solid) sedangkan stirred yogurt mempunyai struktur yang menyerupai gel (Tamime dan Deeth, 1979). Pada umumnya yoghurt dibuat dengan memfermentasi susu dengan menggunakan biakan L. bulgaricus dan S. thermophilus, modifikasi dapat dilakukan dari tiap tahap dasar pembuatan yoghurt, namun bukan menghilangkan atau merubah tahapan dasar tersebut (Halferich dan Westhoff, 1980).
Bahan baku dalam pembuatan yoghurt adalah susu segar dan produk-produk olahan susu, seperti susu skim, full-krim, dan susu skim sebagian. Bahan-bahan tersebut dapat dijadikan substrat susu dalam bentuk kombinasi. Produk susu lain, seperti susu skim concenterated, susu bubuk tanpa lemak, dan kaseinat juga dapat digunakan. Setiap yoghurt yang mengguanakan produk-produk susu tersebut harus mempunyai bahan kering tanpa lemak minimum 8,25% dengan asam tertitrasi tidak kurang dari 0,5 % (Halferich dan Westhoff, 1980).
Isolat starter juga merupakan bagian yang penting dalam pembuatan yoghurt. Isolat yang digunakan umumnya dalam bentuk kering, misalnya konsentrat beku yang memiliki ketahanan sampai beberapa tahun, atau bisa juga dalam bentuk cair, misalnya dengan menggunakan medium susu yang juga dipakai sebagai substrat untuk pembuatan yoghurt (Rahman, dkk., 1992). Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan yoghurt, antara lain pemanis, stabilizer, dan flavor sintetik atau buah-buahan sebagai flavor. Pemanis yang umum digunakan adalah sukrosa. Jumlah laktosa dalam yoghurt ikut menentukan jumlah asam laktat dan flavor yang diproduksi oleh isolat. Umumnya gula yang ditambahkan sekitar 5-7%. Stabilizer yang diguanakan dan ditambahkan kedalam yoghurt berfungsi sebagai pelembut tekstur, membentuk struktur gel, dan mengurangi sineresis (keluarnya cairan) pada yoghurt sehingga yoghurt lebih tahan lama. Stabilizer yang bisa digunakan adalah CMC, alginate, keragenat, dan gelatin dengan konsentrasi 0,5 sampai 0,7%. Penggunaan flavor sintetik dan buah-buahan dapat disertai dengan penambahan pewarna sintetik yang aman dan khusus untuk makanan. Buah-buahan yang ditambahkan biasanya sekitar 15-20% dari total produk, tergantung selera konsumen (Rahman dkk., 1992).
Proses Pembuatan Yoghurt
Susu

Gula Susu bubuk skim
Dipanaskan

Didinginkan

Diinokulasi dengan Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus

Disaring

Dimasukkan ke dalam wadah

Diinokulasi

Yoghurt
Proses pembuatan yoghurt, baik yang menggunakan cara tradisional maupun modern, secara garis besar terdiri atas 4 langkah dasar, yaitu (1) pemanasan, (2) inokulasi, (3) inkubasi, (4) pendinginan.
1) Pemanasan susu
Sebelum susu difermentasi, susu harus dilakukan perlakuan panas terlebih dahulu. Proses pemanasan susu sebelum dibuat yoghurt sangat bervariasi, baik dalam penggunaan suhu maupun lama pemanasan, akan tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan yoghurt. Pemanasan juga bertujuan untuk mengurangi kandungan air, sehingga akan diperoleh yoghurt yang padat serta mengurangi kandungan oksigen yang terkandung di dalamnya hingga menciptakan suasana yang lebih anaerob guna perkebangan starter yamg bersifat anaerob maupun anaerob fakultatif (Foster et al.,1957). Pemanasan bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi bahan kering susu karena pemanasan dapat menurunkan volume susu hingga 2/3 bagian dari volume awalnya. Pemanasan pada susu akan meningkatkan bahan kering karena air yang terkandung berkurang. (Foster et al.,1957 ; Halferich dan Westhoff, 1980). Proses pemanasan susu penting dilakukan guna mendenaturasi protein untuk mengikat air dan membebaskan asam amino yang akan meningkatkan pertumbuhan L. bulgaricus (Champbell dan Marshall, 1975).
Pemanasan yang dilakukan pada produk susu sebelum diinokulasi dilakukan pada suhu 80 – 850C selama 15 – 30 menit yang disebut sebagai proses pasteurisasi. Tahap pasteurisasi merupakan tahap yang penting dalam pembuatan yoghurt. (Tamime dan Robinson, 1989). Menurut Halferich dan Westhoff (1980), pemanasan yang lebih tinggi sangat penting untuk memastikan bahwa air dalam protein susu diuapkan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap struktur yoghurt dan mencegah wheying off, yaitu lepasnya air dari koagulum atau curd setelah yoghurt terbentuk.
2) Inokulasi isolat starter
Inokulasi isolat starter dilakuakan setelah suhu susu diturunkan dengan cepat sampai sekitar 40 – 450C, yang dianggap sebagai suhu optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan asam oleh isolat starter. Menurut Rahman dkk. (1992), penurunan suhu susu sebaiknya dilakukan dengan cepat, kemudian langsung dilakukan inokulasi isolat starter karena pertumbuhan isolat akan lebih cepat pada keadaan demikian dibandingkan pada susu yang didiamkan cukup lama sebelum inokulasi. Hal ini berkaitan dengan suplai oksigen yang dapat mempengaruhi keberadaa isolat yoghurt yang sifatnya anaerob fakultatif.
3) Inkubasi
Proses inkubasi biasanya dilakukan pada suhu 40-450 C selama 3 sampai 6 jam (Halferich dan Westhoff, 1980). Selama inkubasi, isolat starter akan memproduksi asam laktat dan menyebabkan penurunan pH. Menurut Tamime dan Robinjon (1989), proses inkubasi dapat diperpanjang selama semalam, misalnya pada suhu inkubasi 300C selama 18 jam atau bergantung pada tingkat keasaman yang ingin dicapai dari produk yoghurt. Selama inkubasi terjadi proses fermentasi susu yang menyebabkan perubahan pada komponen karbohidarat, protein, lemak dan komponen kecil lainnya dalam susu sehingga menjadi bentuk yoghurt dengan sifat-sifat khasnya.
Tiga hal penting yang terjadi selama proses fermentasi adalah separti dibawah ini :
a) Isolat starter memanfaatkan laktosa sebagai sumber energi. Mula-mula, laktosa dihidroliasis oleh enzim D-galaktosidase dalam sel bakteri menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa ini dimtabolisme oleh sel bakteri membentuk asam piruvat, lalu diubah menjadi asam laktat.
b) Akumulasi asam laktat menyebabkan keasaman pada susu meningkat dan mengakibatkan kompleks kalsium-kasein-fosfat dalam susu menjadi tidak stabil. Keasaman susu yang semakin tinggi sampai akhirnya turun menjadi 4,6 – 4,7 yang merupakan titik isoternik kasein.
c) Selama proses fermentasi, terjadi pula pembentukan kompleks flavor, seperti asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil (Tamime dan Robinson, 1989)
4). Pendinginan
Yoghurt yang telah terkoagulasi pada proses inkubasi harus segera disimpan pada suhu dingin (suhu refrigasi) dengan tujuan mencegah pembentukan asam yang berkelanjutan dan menghambat aktifitas isolat laktat. Suhu dingin yang ideal untuk penyimpanan yoghurt adalah 70C atau lebih rendah (Rahman, dkk., 1992). Susu yang digunakan untuk pembuatan yoghurt umumnya susu murni, susu bubuk atau susu kental. Jika digunakan susu murni biasanya susu dikentalkan sehingga bolumenya berkurang 15 sampai 20%. Jika yoghurt dibuat dari susu bubuk, maka susu direkonstitusi (dilarutkan dalam air) dengan konsentrasi 10 – 12%. Pemanis yang umumnya digunakan adalah sukrosa tetapi bisa juga digunakan sirup jagung atau madu. Dalam proses pembuatan yoghurt seringkali ditambahkan buah-buahan yang telah dihaluskan sebanyak 15 – 20%. Metode pembuatan yoghurt bervariasi, tetapi umumnya fermentasi yoghurt dimulai dengan penambahan kultur starter yang merupakan campuran bakteri.
Proses fermentasi yoghurt dapat dilakukan pada suhu 37oC selama 24 jam atau pada suhu lebih tinggi yaitu 45oC selama 3-4 jam. Yoghurt yang baik mempunyai nilai total asam 0.90 – 0.95 %, pH antara 3,8 – 4,6, dapat diambil dengan sendok tanpa meninggalkan cairan (whey), tekstur lembut dan tanpa butiran atau granula yang kasar. Selam proses fermentasi yoghurt, bakteri asam laktat akan merubah gula susu (laktosa) menjadi asam laktat dan asam-asam lain sehingga susu menjadi asam dan mempunyai citarasa khas.
Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu tergantung pada kekentalan produk yang diinginkan. Selain dari susu hewani, belakangan yoghurt juga dapat dibuat dari campuran susu skim dengan susu nabati (susu kacang-kacangan). Sebagai contoh, yoghurt dapat dibuat dari kacang kedelai yang sangat populer dengan sebutan "soyghurt". Yoghurt juga dapat dibuat dari santan kelapa yang disebut dengan "miyoghurt".


3. Keju
Keju adalah salah satu jenis produk fermentasi susu yang sering terkontaminasi oleh yeast sebagai mikroflora sekunder (secondary microflora) dan telah diteliti memberikan kontribusi yang signifikan pada proses pematangan keju (Joosten 1988; Roostita and Fleet 1996; Wyder et al. 1999). Keberadaannya pada permukaan (outer surface) dan dalam (inner surface) keju mempunyai kepentingan berbeda dengan jenis dan populasi yang berbeda pula. Jumlah populasi yeast pada waktu masih menjadi curd adalah sebesar 103 sel/gr setelah proses pengasaman dengan bakteri asam laktat (BAL) menjadi naik dengan cepat hingga mencapai 106-107 sel/g selama pemeraman naik kembali setelah sempat menurun menjadi akhirnya mencapai 109-1010 sel/g. Figure pertumbuhannya pada bagian luar jumlah populasi lebih tinggi dibanding dengan pada lapisan dalam. Pertumbuhan pada bagian permukaan kebanyakan dihuni oleh jenis yeast: Saccharomyces cerevisiae, Kluyveromyces lactis, Debaryomyces hansenii, Hansenula dan Torulopsis yang kebanyakkan adalah jenis yeast yang bersifat aerobik (Schmidt and Leonir 1978; Fleet 1990a; Roostita 1993) sedangkan pada bagian dalam adalah Candida famata, Torulopsis dan C. lipolytica bersifat mikroaerofilik (Nooitgedagt and Hartog 1988).
Keju merupakan hasil fermentasi susu, tetapi dalam proses produksi yang lebih kompleks. Perbedaan bakteri yang berperan menyebabkan waktu fermentasi yang lebih lama dari yogurt. Keju sangat beragam, terdapat lebih dari 20 kelas dan ratusan varietas, namun awal prosesnya adalah sama.
Proses Pembuatan Keju
Keju dibuat dengan cara menggumpalkan protein susu dengan pertolongan enzim renin. Enzim renin dapat diperoleh dalam bentuk renet. Karena kerja enzim tersebut terjadilah gel atau tahu susu. Yang menyebabkan penggumpalan adalah adanya ion kalsium sehingga terjadi endapan kalsium kasienat.
Secara alami kalsium fosfokaseinat tidak dapat diendapkan dengan ion kalsium. Agar mengendap, senyawa tersebut harus dibuat peka atau sensitif terhadap ion kalsium yang dapat mengubah kapakasein menjadi parakasein.
Renin
Kalsium-fosfokaseinat Kalsium fosfokaseinat
(dispersi) (peka terhadap Ca++,terdispersi)
Kalsium kaseinat Ca++ (dalam susu)
Suhu susu untuk penggumpalan adalah sangat kritis bila susu ditambah renin. Bila suhu susu dibawah 150C, penggumpalan tidak dapat terjadi. Bila lebih dari 600C, enzim menjadi tidak aktif. Suhu optimumnya adalah 400C.
Susu yang akan digumpalkan oleh renin tidak boleh dipanaskan terlalu lama, suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan perubahan disposisi ion kalsium dalam suhu, dan ion kalsium tersebut harus bereaksi dengan protein jika gel atau endapan diinginkan terjadi. Sekali susu pernah mendidih, meskipun telah didinginkan kembali ke suhu optimal, gel yang terjadi sangat lemah.
Keju yang terkenal dengan nama French Rojuefar Cheese dibuat dari susu domba. Susu kambing dibuat keju Norwegia dengan nama gjetost dan susu kerbau untuk keju italia yang dikenal sebagai mozzarella.
Keju dapat dibuat dari berbagai jenis susu, susu utuh, cream, skim dan whey. Meskipun sebagian besar keju dibuat dengan renin, beberapa keju seperti cream cheese dan cottage cheese dibuat dengan menambahkan asam pada susu. Faktor lain yang turut menentukan jenis keju adalah keterlibatan mikroba dan apakah keju tersebut diperam atau tidak. Kondisi pemeraman, yaitu suhu, kelengasan, serta waktu pemeraman sangat menentukan jenis dan mutu keju.
Keju dapat dibedakan dari strukturnya, ada keju yang empuk, semilunak, keras sampai sangat keras seperti grating cheese. Kekerasan keju banyak kaitannya dengan kadar air dan waktu pemeraman.
Percampuran keju
Berbagai jenis keju sering dicampur dengan cairan sehingga menjadi cheese sauce, macaroni and cheese souffle. Semakin tinggi kadar lemak dan airnya, semakin mudah dicampur dengan berbagai cairan. Salah satu contoh adalah Swiss Fondue, suatuu jenis saus keju istimewa yang dibuat dengan melelehkan Grated Swiss. Cheese ke dalam white wine yang dipanaskan sampai meleleh. Saus tersebut dimakan bersaa French brend.




Alur proses fermentasi keju
Memanaskan/pasteurisasi susu
Penggumpalan protein susu enzim renin
Gumpalan dipotong-potong
Potongan di aduk, dipanaskan
Bakal keju yang lunak dibubuhi jamur dan dibentuk
Diolesi/direndam dalam air garam
Bakal keju dimatangkan
Keju akan mengeras
Pembuatan keju
Prinsip pembuatan keju adalah fermentasi asam laktat yang terdapat dalam susu. Proses pembuatan keju diawali dengan memanaskan/pasteurisasi susu, kecuali pada jenis-jenis keju tertentu seperti Emmentaler dari Swiss yang menggunakan susu mentah. Kemudian zat pembantu penggumpalan (rennet, sejenis enzim penggumpal yang biasa terdapat dalam lambung sapi dan/atau bakteri yang dapat mengasamkan susu) ditambahkan.
Tergantung metodenya, setelah setengah sampai 5 jam, susu akan menggumpal sehingga terpisah menjadi sebuah gumpalan besar (curd) dan bagian yang cair (whey). Gumpalan ini dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang sama besar, agar bagian yang cair (whey) semakin banyak yang keluar. Semakin kecil potongan, semakin sedikit cairan yang dikandung oleh keju nantinya, sehingga keju semakin keras. Potongan-potongan ini kemudian diaduk, dipanaskan, dan kadang dipress untuk menghilangkan lebih banyak lagi cairan.
Setelah itu, bakal keju yang masih lunak dibubuhi jamur dan dibentuk. Lalu diolesi atau direndam dalam air garam untuk membunuh bakteri merugikan yang mungkin terdapat di dalamnya. Ada juga jenis keju yang direndam sebelum diberi jamur. Terakhir, bakal keju dimatangkan dalam kondisi tertentu. Semakin lama dimatangkan, keju akan semakin keras.

Keju dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan konsistensinya:
1. Keju segar (fresh/unripened) yang tidak mengalami proses pematangan.
Keju yang tidak mengalami pemeraman (undripened cheese), yaitu keju yang langsung dimakan segera setelah selesai dibuat. Contohnya cottage cheese (80 % kadar air), cream cheese (65% air). Beberapa bahan dapat ditambahkan, seperti tragacanth, gum, asal tidak lebih dari 0,5 %. Rasanya biasanya netral dan tidak begitu asin, berbentuk seperti krim karena mengandung lebih dari 70% air, serta tidak begitu awet. Contohnya Cottage, Philadelphia dari Amerika Serikat, Ricotta, Mascarpone dari Italia. Mozzarella yang biasa ditaburkan di atas pizza termasuk dalam keju fresh, walaupun bentuknya semikeras, ia tidak mengalami proses pematangan.

2. Keju lunak/Keju empuk yang diperam (soft ripened cheese).
Contohnya yang terkenal adalah limberger yang baunya menusuk hidung, camembert, dan brie. Semuanya memiliki kadar air sekitar 50 %. Ketiganya diperam dengan penambahan mikroba pada bagian permukaan. Limburger dengan menggunakan ragi dan bakteri, sedangkan dua lainnya dengan kapang putih hijau dan jenis bakteri tertentu. Ciri utamanya adalah memiliki konsistensi yang empuk dan lembut, walaupun agak sulit dioleskan. Dalam proses pembuatannya, gumpalan (curd) dipotong-potong kira-kira sebesar bola pingpong dan keju dimatangkan sekitar 2-4 minggu..

3. Keju semi lembek dan terperam (semi soft ripened cheese).
Jenis keju ini mempunyai kadar air 35 % sampai 45 %. Jenis kayu ini antara lain adalah Bel Paese, Brick dan Muenster yang diperam dengan pertolongan bakteri. Roquefort, Giogonzola, dan Tilton adalah jenis keju yang diperam dengan pertolongan kapang biru dan bakteri. Rasanya yang unik diakibatkan oleh pemecahan asam lemak (kaproat, kaprilat, dan kaprat)


4. Keju keras dan terperam (hard ripened cheese)
Keju keras dan terperam (hard ripened cheese) biasanya diperam dengan pertolongan bakteri, misalnya Cheddar, Edam, Gouda, Gruyere, dan Swiss. Adanya luang-lubang pada keju swiss disebabkan karena terbentuknya gas oleh bakteri selama proses pemeraman. Keju-keju yang sangat keras, contohnya Sop Sogo dan Romano, kadar airnya kecil sekali. Dalam proses pembuatannya, gumpalan dipotong menjadi bagian yang sangat halus, kira-kira sebesar butiran gandum. Masa pematangannya minimal 3 bulan. Keju yang sangat keras kadang dimatangkan sampai 3 tahun, dan biasa dinikmati dengan cara diparut, misalnya Parmesan dari Italia.

4. Yakult
Yakult adalah minuman susu fermentasi, yang dibuat dengan cara memfermentasi susu bubuk skim yang mengandung bakteri asam laktat hidup Lactobacillus casei Shirota strain.

Bakteri Lactobacillus casei Shirota strain
Yakult merupakan produk susu fermentasi dengan menggunakan starter tunggal yaitu Dornic atau 0,5% asam Lactobacillus casei. Kecepatan pertumbuhan bakteri ini berkisar 50 laktat setelah 48 jam. Lactobacillus casei berbentuk batang tunggal dan termasuk golongan bakteri heterofermentatif, fakultatif, mesofilik, dan berukuran lebih kecil dari pada Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophillus, dan Lactobacillus helveticus. Lactobacillus casei akan merubah ribosa menjadi asam laktat dan asam asetat, perubahan ribosa diinduksi oleh faseketolase (Kurman, 1992).
Tahap-tahap pembuatan yakult beserta peralatannya:
1. Tangki pelarutan
Bahan-bahan utama yaitu susu bubuk skim dan glukosa dicampur dengan air dan ditampung dalam tangki pelarutan.
2. Tangki pembibitan
Dalam tangki ini bibit bakteri Lactobacillus Casei Shirota Strain disiapkan dan dikembangbiakkan.
3. Tangki fermentasi
Selanjutnya bibit bakteri Lactobacillus Casei Shirota Strain dicampur dengan campuran bahan-bahan di no. 1 diatas dan dimasukkan kedalam tangki fermentasi. Suhu tangki sekitar 37oC. Bakteri akan tumbuh dengan baik pada konsentrasi optimumnya.
4. Proses homogenizer
Tahap berikutnya dilakukan proses Homogenizer dan diawasi secara ketat.
5. Tangki pencampur
Hasil proses homogenizer tersebut dicampur dengan sirup dari tangki sirup dan disimpan dalam tangki pencampur.
6. Tangki penampung
Kemudian hasil dari proses no. 4 tersebut dicampur dengan air yang sudah di sterilisasi dan ditampung didalam tangki penampung.
Proses pembuatan yakult
Susu skim bubuk glukosa
Dicampur dengan air
bibit bakteri Lactobacillus Casei Shirota Strain
dicampur dengan campuran susu skim bubuk dan glukosa
Proses homogenizer
Proses homogenizer tersebut dicampur dengan sirup
Hasil proses homogenizer dicampur dengan air yang sudah di sterilisasi

Pembuatan yakult menurut Kurman (1992) adalah dengan cara susu disterilisasi terlebih selama 3 sampai 4 detik, kemudian ditanamkan Lactobacillus caseidahulu pada suhu 140 °C selama empat hari. Nilai gizi yakult yaitu protein (Strain shirota) diinkubasi pada suhu 37° C, 1,2%, lemak 0,1%, mineral 0,3%, karbohidrat 16,5%, air 81,9%, dan nilai kalori tiap 100 g.
Menurut Margawani (1995), Lactobacilllus casei adalah galur unggul yang mudah dan cocok untuk dikembangbiakkan dalam minuman dasar susu. Selain bakteri ini mampu bertahan dari pengaruh asam lambung, juga mampu bertahan dalam cairan empedu sehingga mampu bertahan hidup hingga usus halus.
C. PERUBAHAN KANDUNGAN GIZI SELAMA PROSES FERMENTASI

Perubahan komposisi kimia susu, terjadi akibat fortifikasi oleh bakteri. Perubahan karbohidrat adalah salah satu perubahan yang penting peranannya di dalam susu fermentasi. Perubahan karbohidrat menimbulkan berbagai macam perubahan komposisi senyawa lain di dalam susu fermentasi. Fortifikasi oleh bakteri asam laktat pada susu dapat menghasilkan produk susu fermentasi seperti yakult, yogurt, dan kefir.


1. Kefir

Bakteri berperan menghasilkan asam laktat dan komponen flavor, sedangkan ragi menghasilkan gas asam arang atau karbon dioksida dan sedikit alkohol. Itulah sebabnya rasa kefir di samping asam juga sedikit ada rasa alcohol dan soda, yang membuat rasa lebih segar, dan kombinasi karbon dioksida dan alkohol menghasilkan buih yang menciptakan karakter mendesis pada produk.
Kadar asam laktat kefir berkisar 0,8-1,1%, alkohol 0,5-2,5%, sedikit gas karbon dioksida, kelompok vitamin B serta diasetil dan asetaldehid. Komposisi dan kadar nutrisi kefir adalah air 89,5%, lemak 1,5%, protein 3,5%, abu 0,6%, laktosa 4,5% dengan nilai pH 4,6. Komponen dan komposisi ini bervariasi, bergantung pada jenis mikrobia starter, suhu, lama fermentasi, serta bahan baku yang digunakan. Bahan baku susu yang berkadar lemak tinggi menghasilkan kefir dengan kadar lemak yang tinggi, dan sebaliknya penggunaan susu skim menghasilkan kefir dengan kadar lemak yang rendah. Banyak sedikitnya asam laktat dan alcohol dalam kefir sangat dipengaruhi oleh kadar laktosa bahan baku, jenis mikrobia starter, dan lama fermentasi.
Selama proses fermentasi terjadi perubahan biokimia dari substrat akibat aktivitas bakteri asam laktat heterofermentasi dan kamir alkoholik. Keasaman kefir meningkat dari 0,85% menjadi 1,0% (dihitung sebagai asam laktat) dan pH menurun sampai di bawah 3,0. Juga terbentuk karbon dioksida sehingga produk mempunyai rasa karbonat. Perubahan itu membentuk cita rasa kefir yang diinginkan.
Selama fermentasi terbentuk polimer yang terdiri atas unit-unit gula (galaktosa dan glukosa) dalam jumlah sama yang disebut kefiran. Kefiran berjumlah sekitar 25% dari berat kering butiran kefir dan disintesis bersama sel mikroba baru.
Selama fermentasi juga terbentuk senyawa asetoin dan diasetil. Kandungan gizi kefir hampir sama dengan gizi susu bahan kefir. Kelebihannya dibandingkan dengan susu segar adalah karena asam yang terbentuk dapat memperpanjang masa simpan, mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk sehingga mencegah kerusakan susu, dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen sehingga meningkatkan keamanan produk kefir.
Produk fermentasi susu sangat baik bagi penderita lactose-intolerance karena sebagian besar laktosa sudah dipecah oleh bakteri asam laktat sehingga kandungan laktosanya rendah. Selain itu bibit (starter) kefir juga merupakan sumber enzim beta-galaktosidase untuk memecah laktosa dalam susu.

2. Yogurt
Yogurt merupakan produk hasil fermentasi susu dengan menggunakan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sebagai bakteri starternya. Sebagai akibat dari inokulasi kedua starter tersebut dimungkinkan terjadinya degradasi laktosa dan produksi asam laktat yang berakibat pada penurunan pH dan terbentuknya gumpalan yogurt. Degradasi laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dengan sendirinya menurunkan potensi terjadinya intoleransi laktosa. Pada saat yang bersamaan, produksi asam laktat mampu menghambat pertumbuhan patogen penyebab berbagai penyakit terkait pangan. Saat ini, berbagai produk yogurt dikembangkan dengan penambahan probiotik dan sering disebut bioyogurt (Koh Samui, 2003).
Produksi yogurt dimulai dengan kondisioning susu. Kandungan air pada susu mula pertama diturunkan hingga 25% dengan evaporasi vacuum dan ditambahkan 5% susu bubuk. Sebagai tahap akhir kondisioning, susu dipanaskan pada suhu 86 – 930C selama 30 – 60 menit. Hal ini akan menyebabkan beberapa protein mengalami pemecahan dan mikrobia kontaminan akan terbunuh. Setelah itu didinginkan pada suhu 450C dan ditambahkan campuran Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dalam perbandingan 1:1.
Dari segi gizi, yoghurt merupakan produk makanan yang kaya akan zat gizi. Komposisi zat gizinya mirip susu dan bahkan ada beberapa komponen seperti vitamin B kompleks, kalsium, dan protein justru kandungannya relatif tinggi. Selama fermentasi yoghurt terjadi sintesis vitamin B kompleks khususnya thiamin (vitamin B1) dan riboflavin (vitamin B2), serta beberapa asam amino penyusun protein. Jelas bahwa beberapa zat gizi penting untuk memperbaiki kondisi tubuh dan mencegah timbulnya penyakit tertentu.
3. Keju
Aktifitas yeast produk keju sudah banyak diketahui adalah salah satunya melakukan deacidifying dengan menghasilkan peningkatan pH dan terjadi penurunan asam laktat. Bersamaan dengan itu terjadi proses proteolisis yang menghasilkan metabolisme alkalin dalam hal ini adalah: peptida, asam amino bebas, biogenik amin (BA) dan amonia. Pada pada keju Camembert dan Blue-veined sangat didominasi dengan yeast: Kluyveromyces marxianus, Candida catenulata, C. tropicalis, Yarrowia / Candida lipolytica, Saccharomyces cerevisiae dan Debaryomyces hansenii (Roostita 1993). Sedangkan keju jenis Raclette terdapat jenis yeast: Galactomyces geotrichum, Yarrowia lipolytica, Pichia jadinii dan Debaryomyces hansenii (Wyder et al. 1999). Dalam hal ini yeast tersebut menghasilkan BA dari hasil katabolisme asam amino dan hilangnya CO2 dari karboksil grup (gugusan asam amino) oleh proses dekarboksilase menghasilkan komponen amin. Dekarboksilase itu sendiri banyak terdapat pada beberapa jenis mikroorganisme. Pada produk keju banyak menghasilkan tiramin, histamin, putresin, kadaverin, triptamin dan b-pheniletilamin semuanya termasuk dalam “biogenik amin” yang terpenting. Biogenik amin pada keju ini selain mempunyai peranan penting sebagai komponen flavor, tetapi juga dapat sebagai agen penyebab “food poisoning” dengan penyebab gejala sakit kepala (headache), migraine dan hipertensi. Komponen BA terdapat dalam jumlah besar dan lebih sering pada keju yang terbuat dari susu tanpa dipasteurisasi.
Keju dibuat dari aktivitas bakteri Lactobacillus Bulgaricus. Bakteri ini dipilih karena untuk Streptococcus, asam susu yang dihasilkan hanya 1 % sedangkan untuk lactobacillus 4%. Lactobacillus lebih toleran terhadap asam daripada Streptococcus. Bakteri ini memulai fermentasi laktosa menjadi asam laktat dan menghilangkan oksigen. Protein susu akan terurai oleh aktivitas enzim proteolitik. pH akan turun menjadi 4.5 . keasaman yang dihasilkan saat fermentasi laktosa menjadi asam laktat dapat mempercepat penggumpalan casein, mencegah timbulnya mikrorganisme yang tidak diinginkan. Penggumpalan casein disempurnakandengan penambahan enzim proteolitik (papain ) yang menguraikan protein susu. Makanan yang mengalami fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Hal ini dikarenakan mukroba bersifat katabolik atau memecah komponen komplek menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Mikroba juga mampu menyintesa zat komplek serta memecah enzim yang digunakan untuk mencerna bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia, contohnya sellulosa dan hemisellulosa menjadi gula sederhana dan turunannya.

4. Yakult
Yakult dibuat dengan cara memfermentasi campuran susu bubuk skim dan glukosa menggunakan bakteri Lactobacillus casei Shirota strain, bakteri unggul hasil seleksi dan temuan Dr. Minoru Shirota yang diteruskan sampai saat ini oleh Yakult Central Institute for Microbiological Research.
Yakult dibuat dari bahan-bahan:
1. Bakteri Lactobacillus casei Shirota strain hidup
2. Susu bubuk skim
3. Sukrosa dan glukosa.
4. Perisa
5. Air
Yakult harus selalu disimpan pada suhu dibawah 10°C karena pada kondisi tersebut bakteri Yakult tidak aktif sehingga kualitas Yakult dapat dipertahankan terjaga. Penyimpanan pada suhu diatas 10°C akan mengakibatkan turunnya kualitas karena bakteri Yakult aktif, menghasilkan asam laktat yang menyebabkan Yakult menjadi asam dan jumlah bakteri hidupnya akan menurun.Yakult tidak memakai bahan pengawet. Yakult dapat bertahan sejak pembuatannya sampai dengan tanggal kadaluwarsanya karena asam laktat yang dihasilkan secara alami selama proses fermentasi dapat memperpanjang umur simpannya. pembuatannya secara hygienis penyimpanannya pada suhu dibawah 10°C.
Warna khas Yakult didapatkan secara alami dari pemanasan campuran susu bubuk skim dan glukosa. Ini adalah reaksi antara asam amino dalam susu bubuk skim dan karbonil dalam glukosa yang menyebabkan Yakult berwarna coklat muda.
Manfaat Yakult
1. Mencegah gangguan pencernaan
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
3. Meningkatkan jumlah bakteri berguna dalam usus
4. Mengurangi racun dalam usus
5. Membatasi jumlah bakteri yang merugikan dalam usus.


D. MIKROBA YANG BERPERAN DALAM BAHAN PANGAN SUSU
No Mikroorganisme Golongan Produk
1 -Lactobacillus bulgaricus
Bakteri
Yoghurt

2 -Streptococcus termophillus
Bakteri
Yoghurt

3 -Streptococcus lactis
Bakteri
Mentega

4 -Panicillium requiforti
Jamur
Keju

5 -Propioni bacterium
Bakteri
Keju Swiss

6 -Lactobacillus casei Bakteri Susu asam















DAFTAR PUSTAKA
file://localhost/E:/produk%20fermentasi%20«%20Home%20Industri%20Sepatu%2
Kulit.htm
http://www.rusiman.bpdaspemalijratun.net/index.php?option=com_content&view=article&catid=1%3Apengolahan-pangan&id=20%3Akeunggulan-makanan-fermentasi&Itemid=402

http://keluargasehat.wordpress.com/category/yoghurt/




















1. Mencegah gangguan pencernaan
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
3. Meningkatkan jumlah bakteri berguna dalam usus
4. Mengurangi racun dalam usus
5. Membatasi jumlah bakteri yang merugikan dalam usus.